Kamis, 29 November 2018

Peran Kawasan Lindung Dan Kawasan Penyangga Untuk Kebarlanjutan Kawasan Budidaya Dalam Memenuhi Kebutuhan Air Pada Musim Kemarau

PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu kawasan lindung yang dapat berfungsi sebagai penyimpan air sehingga pada musim kemarau, kawasan budidaya tidak kekurangan air. Hal ini dikarenakan volume simpanan air tanah pada ekosistem hutan 1000 kali lebih besar daripada volume air di sungai yang berfluktuasi secara lambat namun mempertahankan aliran sungai selama periode presipitasi yang kurang (musim kemarau). Namun, luas hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin meluasnya kawasan budidaya yaitu lahan untuk pertanian. Namun, areal pembukaan lahan tersebut termasuk kawasan lindung berupa hutan. Hal ini mengganggu keseimbangan lingkungan dan bersifat merusak lingkungan. Maka dari itu, guna memadukan kepentingan ekonomi masyarakat tersebut dengan kepentingan pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan ekosistemnya, diantaranya adalah adanya kawasan penyangga di luar kawasan lindung. 
Kawasan penyangga yang mengelilingi kawasan lindung akan membatasi aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di dalam kawasan lindung. Dengan demikian, daerah penyangga mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengurangi tekanan penduduk ke dalam kawasan pelestarian dan suaka alam, memberikan kegiatan ekonomi masyarakat dan merupakan kawasan yang memungkinkan adanya interaksi manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat dengan kawasan konservasi.
            Maka dari itu, perlu adanya pembagian kawasan lindung dan kawasan penyangga untuk keberlanjutan kawasan budidaya khususnya agroekosistem yang merupakan kawasan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.


TINJAUAN PUSTAKA
sumber bacaan dapat diakses:
Peranan Komunitas Tumbuhan Hutan dalam Proses Hidrologi


 PEMBAHASAN

Ekosistem hutan merupakan salah satu ekosistem yang menjadi kawasan lindung. Pepohonan dalam ekosistem hutan memiliki peranan penting pada siklus hidrologi dan pengawetan tanah. Pada siklus air, pohon merupakan media pemindahan air dari air hujan ke tanah melalui proses penahanan sementara air  hujan oleh tajuk pohon, aliran batang dan air lolos, serta sebagai media pemindahan air dalam tanah ke vegetasi ke atmosfer melalui evapotranspirasi.
            Infiltrasi air hujan pada daerah bervegetasi akan lebih besar bila dibandingkan dengan daerah yang tidak bervegetasi. Hal ini disebabkan vegetasi menghasilkan serasah yang dapat meningkatkan porositas tanah serta peranan sistem perakaran pohon. Serasah dan sistem perakaran pohon memiliki peranan yang banyak dalam siklus hidrologi seperti meningkatkan kapasitas infiltrasi, menekan aliran permukaan, menekan erosi, mencegah tanah longsor dan meningkatkan perkolasi.
Meningkatnya infiltrasi dan perkolasi berdampak positif terhadap meningkatnya muka air tanah sehingga akan mengurangi kekeringan atau mencegah terjadinya kekeringan di musim kemarau. Selain itu, sebagian air yang terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah akan diabsorbsi oleh humus dan sebagian lagi air akan meresap lebih dalam lagi. Perkolasi pada akhirnya akan mencapai lapisan kulit bumi membentuk persediaan atau kandungan air dalam tanah bagian bawah. Air ini akan terus bergerak horizontal yang sangat lambat sehingga keluar dari kaki bukit sebagai mata air. Air ini jernih dan dapat memenuhi kebutuhan air di musim kemarau. Sedangkan volume simpanan air tanah pada ekosistem hutan 1000 kali lebih besar daripada volume air di sungai yang berfluktuasi secara lambat namun mempertahankan aliran sungai selama periode presipitasi yang kurang.
Kemudian air dari mata air akan diperlukan pada kawasan budidaya, salah satunya adalah agroekosistem. Pada agroekosistem, air merupakan komponen abiotik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Ketersediaan air pada agroekosistem akan berdampak pada produksi tanaman, sehingga air dibutuhkan untuk keberlanjuan agroekosistem. Namun, semakin meningkatnya populasi manusia menyebabkan ekosistem hutan berubah menjadi kawasan budidaya untuk mencukupi kebutuhan manusia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, tercatat angka kerusakan hutan terendah sebesar 623 ribu hektar per tahun, sedangkan angka tertinggi tercatat 2,4 juta hektar per tahun. Berkurangnya jumlah hutan ini diakibatkan dari penebangan hutan,  kebakaran hutan, transmigrasi, perkebunan khususnya sawit, pertanian pada hutan gambut, perambah hutan dan peladang berpindah. Semua penyebab tersebut merupakan perluasan kawasan budidaya yang seharusnya sudah dibatasi pada luasan tertentu di luar kawasan lindung. Jika hal tersebut berlanjut, kawasan lindung berupa hutan akan semakin sempit dan bahkan dapat menghilang akibat meluasnya kawasan budidaya. Sedangkan berkurangnya kawasan hutan dapat berakibat pada keseimbangan lingkungan yang ada di sekitar kawasan tersebut.
Sebagai contoh, hutan gambut yang dikonversi menjadi perkebunan sawit. Hutan gambut merupakan salah satu kawasan lindung yang seharusnya dijaga keberadaannya. Adanya perubahan dari hutan menjadi kawasan budidaya akan berdampak pada keseimbangan lingkungan, misalnya berkurangnya ketersediaan air pada musim kemarau serta banjir pada musim penghujan. Jika terjadi hujan pada daerah tersebut, sebagian kecil air hujan terinfiltrasi kedalam tanah sehingga simpanan air didalam tanah sangat sedikit. Hal ini disebabkan hutan yang seharusnya mengawetkan air telah menghilang sehingga pada daerah tersebut akan mengalami kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, evapotranspirasi pada kawasan budidaya lebih besar daripada kawasan lindung, sehingga air akan mudah hilang dan mengakibatkan kekurangan air pada kawasan tersebut. Jika pada kawasan budidaya khususnya agroekosistem kekurangan air, maka produktivitas tanaman akan menurun dan mengganggu keberlanjutan dari agroekosistem. Kemudian air yang mengalami run off sangat besar sehingga menyebabkan tanah tererosi dan banjir. Hal ini dikarenakan  air hujan lebih sedikit terinfiltrasi ke dalam tanah yang merupakan akibat dari vegetasi hutan yang lebat telah hilang. Oleh karena itu, perlu adanya kawasan penyangga di luar kawasan lindung.
Kawasan penyangga yang mengelilingi kawasan lindung akan membatasi aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di dalam kawasan lindung. Selain itu, kawasan penyangga ditetapkan untuk menopang keberadaan kawasan lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga. Selain itu, kawasan penyangga ini merupakan batas antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Maka dari itu, daerah penyangga berperan penting bagi kelestarian suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai penyangga dalam mengurangi tekanan penduduk terhadap kawasan pada daerah atau desa sekitar kawasan yang berinteraksi tinggi dengan memadukan kepentingan konservasi dan perekonomian masyarakat sekitarnya.
Fungsi daerah penyangga tersebut dapat diwujudkan secara optimal dengan pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan, nilai ekonomi, dan konservasi lahan masyarakat, melalui rehabilitasi lahan kritis dalam sistem hutan kemasyarakatan, hutan rakyat atau agroforestri. Pengelolaan daerah penyangga adalah perpaduan keserasian pengelolaan lahan hutan dan pertanian sesuai dengan kondisi fisik kawasan untuk mendapatkan hasil optimal guna menunjang sistem perekonomian masyarakat lokal. Pengelolaan ini dilakukan secara terbatas hanya pada bagian sela tanaman konservasi pada daerah penyangga. Pembukaan lahan secara total tidak diperkenankan pada kawasan penyangga. Hal tersebut dikarenakan dapat merubah kawasan penyangga dan dapat menganggu kawasan lindung. 
 Adanya kawasan penyangga yang melindungi kawasan lindung dari kerusakan akibat perluasan kawasan budidaya akan menyebabkan kawasan lindung khususnya hutan dapat berjalan semestinya yaitu mengawetkan air dari air hujan sehingga dapat menyuplai air untuk kawasan penyangga dan kawasan budidaya agar terus berlanjut. Kawasan budidaya khususnya agroekosistem merupakan kawasan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan manusia. Jika agroekosistem ini terus berlanjut, kebutuhan pangan manusia akan tercukupi. Namun, jika agroekosistem tidak berlanjut akan menyebabkan kekurangan pangan, sehingga pembagian kawasan lindung dan kawasan penyangga sangat diperlukan demi keberlanjutan kawasan budidaya.


KESMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ekosistem hutan yang merupakan kawasan lindung memiliki peran untuk mengawetka air dan sebagai penyimpan air, sehingga pada musim kemarau air akan dialirkan pada kawasan penyangga dan kawasan budidaya. Sedangkan kawasan penyangga akan menjaga kawasan lindung dari ancaman penyempitan kawasan akibat perluasan kawasan budidaya. Adanya pembagian kawasan lindung dan kawasan penyangga akan menjadikan kawasan budidaya tetap berlanjut tanpa kekurangan air pada musim kemarau.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar