Hutan merupakan
salah satu kawasan lindung yang dapat berfungsi sebagai penyimpan air sehingga
pada musim kemarau, kawasan budidaya tidak kekurangan air. Hal ini dikarenakan
volume simpanan air tanah pada ekosistem hutan 1000 kali lebih besar daripada
volume air di sungai yang berfluktuasi secara lambat namun mempertahankan
aliran sungai selama periode presipitasi yang kurang (musim kemarau). Namun, luas
hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal ini disebabkan
semakin meluasnya kawasan budidaya yaitu lahan untuk pertanian. Namun, areal
pembukaan lahan tersebut termasuk kawasan lindung berupa hutan. Hal ini
mengganggu keseimbangan lingkungan dan bersifat merusak lingkungan. Maka dari
itu, guna memadukan kepentingan ekonomi masyarakat tersebut dengan kepentingan
pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan ekosistemnya, diantaranya adalah adanya
kawasan penyangga di luar kawasan lindung.
Kawasan penyangga yang mengelilingi kawasan lindung akan membatasi
aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di
dalam kawasan lindung. Dengan demikian, daerah penyangga mempunyai fungsi
yang sangat penting, yaitu untuk mengurangi tekanan penduduk ke dalam kawasan
pelestarian dan suaka alam, memberikan kegiatan ekonomi masyarakat dan
merupakan kawasan yang memungkinkan adanya interaksi manfaat secara
berkelanjutan bagi masyarakat dengan kawasan konservasi.
Maka
dari itu, perlu adanya pembagian kawasan lindung dan kawasan penyangga untuk
keberlanjutan kawasan budidaya khususnya agroekosistem yang merupakan kawasan
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.
TINJAUAN PUSTAKA
sumber bacaan dapat diakses:
Peranan Komunitas Tumbuhan Hutan dalam Proses Hidrologi
PEMBAHASAN
Ekosistem hutan
merupakan salah satu ekosistem yang menjadi kawasan lindung. Pepohonan dalam ekosistem hutan memiliki peranan
penting pada siklus hidrologi dan pengawetan tanah. Pada siklus air, pohon
merupakan media pemindahan air dari air hujan ke tanah melalui proses penahanan
sementara air hujan oleh tajuk pohon,
aliran batang dan air lolos, serta sebagai media pemindahan air dalam tanah ke
vegetasi ke atmosfer melalui evapotranspirasi.
Infiltrasi air hujan pada daerah
bervegetasi akan lebih besar bila dibandingkan dengan daerah yang tidak
bervegetasi. Hal ini disebabkan vegetasi menghasilkan serasah yang dapat
meningkatkan porositas tanah serta peranan sistem perakaran pohon. Serasah dan
sistem perakaran pohon memiliki peranan yang banyak dalam siklus hidrologi
seperti meningkatkan kapasitas infiltrasi, menekan aliran permukaan, menekan
erosi, mencegah tanah longsor dan meningkatkan perkolasi.
Meningkatnya infiltrasi dan perkolasi berdampak positif terhadap
meningkatnya muka air tanah sehingga akan mengurangi kekeringan atau mencegah
terjadinya kekeringan di musim kemarau. Selain itu, sebagian air yang
terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah akan diabsorbsi oleh humus dan sebagian
lagi air akan meresap lebih dalam lagi. Perkolasi pada akhirnya akan mencapai
lapisan kulit bumi membentuk persediaan atau kandungan air dalam tanah bagian
bawah. Air ini akan terus bergerak horizontal yang sangat lambat sehingga
keluar dari kaki bukit sebagai mata air. Air ini jernih dan dapat memenuhi
kebutuhan air di musim kemarau. Sedangkan volume simpanan air tanah pada
ekosistem hutan 1000 kali lebih besar daripada volume air di sungai yang
berfluktuasi secara lambat namun mempertahankan aliran sungai selama periode
presipitasi yang kurang.
Kemudian air dari mata air akan diperlukan pada kawasan budidaya, salah
satunya adalah agroekosistem. Pada agroekosistem, air merupakan komponen
abiotik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Ketersediaan air
pada agroekosistem akan berdampak pada produksi tanaman, sehingga air
dibutuhkan untuk keberlanjuan agroekosistem. Namun, semakin meningkatnya
populasi manusia menyebabkan ekosistem hutan berubah menjadi kawasan budidaya
untuk mencukupi kebutuhan manusia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, tercatat angka kerusakan hutan
terendah sebesar 623 ribu hektar per tahun, sedangkan angka tertinggi tercatat
2,4 juta hektar per tahun. Berkurangnya jumlah hutan ini diakibatkan dari
penebangan hutan, kebakaran hutan,
transmigrasi, perkebunan khususnya sawit, pertanian pada hutan gambut, perambah
hutan dan peladang berpindah. Semua penyebab tersebut merupakan perluasan
kawasan budidaya yang seharusnya sudah dibatasi pada luasan tertentu di luar
kawasan lindung. Jika hal tersebut berlanjut, kawasan lindung berupa hutan akan
semakin sempit dan bahkan dapat menghilang akibat meluasnya kawasan budidaya.
Sedangkan berkurangnya kawasan hutan dapat berakibat pada keseimbangan
lingkungan yang ada di sekitar kawasan tersebut.
Sebagai contoh, hutan gambut yang dikonversi menjadi perkebunan sawit.
Hutan gambut merupakan salah satu kawasan lindung yang seharusnya dijaga
keberadaannya. Adanya perubahan dari hutan menjadi kawasan budidaya akan
berdampak pada keseimbangan lingkungan, misalnya berkurangnya ketersediaan air
pada musim kemarau serta banjir pada musim penghujan. Jika terjadi hujan pada
daerah tersebut, sebagian kecil air hujan terinfiltrasi kedalam tanah sehingga
simpanan air didalam tanah sangat sedikit. Hal ini disebabkan hutan yang
seharusnya mengawetkan air telah menghilang sehingga pada daerah tersebut akan
mengalami kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, evapotranspirasi pada
kawasan budidaya lebih besar daripada kawasan lindung, sehingga air akan mudah
hilang dan mengakibatkan kekurangan air pada kawasan tersebut. Jika pada
kawasan budidaya khususnya agroekosistem kekurangan air, maka produktivitas
tanaman akan menurun dan mengganggu keberlanjutan dari agroekosistem. Kemudian
air yang mengalami run off sangat
besar sehingga menyebabkan tanah tererosi dan banjir. Hal ini dikarenakan air hujan lebih sedikit terinfiltrasi ke
dalam tanah yang merupakan akibat dari vegetasi hutan yang lebat telah hilang. Oleh
karena itu, perlu adanya kawasan penyangga di luar kawasan lindung.
Kawasan penyangga yang mengelilingi kawasan lindung akan membatasi
aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di
dalam kawasan lindung. Selain itu, kawasan penyangga ditetapkan untuk
menopang keberadaan kawasan lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga. Selain itu, kawasan penyangga ini merupakan
batas antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Maka dari itu, daerah penyangga berperan penting
bagi kelestarian suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai penyangga
dalam mengurangi tekanan penduduk terhadap kawasan pada daerah atau desa
sekitar kawasan yang berinteraksi tinggi dengan memadukan kepentingan
konservasi dan perekonomian masyarakat sekitarnya.
Fungsi daerah penyangga
tersebut dapat diwujudkan secara optimal dengan pengelolaan pemanfaatan jasa
lingkungan, nilai ekonomi, dan konservasi lahan masyarakat, melalui
rehabilitasi lahan kritis dalam sistem hutan kemasyarakatan, hutan rakyat atau
agroforestri. Pengelolaan daerah penyangga adalah
perpaduan keserasian pengelolaan lahan hutan dan pertanian sesuai dengan
kondisi fisik kawasan untuk mendapatkan hasil optimal guna menunjang sistem
perekonomian masyarakat lokal. Pengelolaan ini dilakukan secara terbatas hanya
pada bagian sela tanaman konservasi pada daerah penyangga. Pembukaan lahan
secara total tidak diperkenankan pada kawasan penyangga. Hal tersebut
dikarenakan dapat merubah kawasan penyangga dan dapat menganggu kawasan
lindung.
Adanya kawasan
penyangga yang melindungi kawasan lindung dari kerusakan akibat perluasan
kawasan budidaya akan menyebabkan kawasan lindung khususnya hutan dapat
berjalan semestinya yaitu mengawetkan air dari air hujan sehingga dapat
menyuplai air untuk kawasan penyangga dan kawasan budidaya agar terus berlanjut.
Kawasan budidaya khususnya agroekosistem merupakan kawasan yang dapat memenuhi
kebutuhan pangan manusia. Jika agroekosistem ini terus berlanjut, kebutuhan
pangan manusia akan tercukupi. Namun, jika agroekosistem tidak berlanjut akan
menyebabkan kekurangan pangan, sehingga pembagian kawasan lindung dan kawasan
penyangga sangat diperlukan demi keberlanjutan kawasan budidaya.
KESMPULAN
Berdasarkan pembahasan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ekosistem hutan yang merupakan kawasan lindung memiliki
peran untuk mengawetka air dan sebagai penyimpan air, sehingga pada musim
kemarau air akan dialirkan pada kawasan penyangga dan kawasan budidaya.
Sedangkan kawasan penyangga akan menjaga kawasan lindung dari ancaman
penyempitan kawasan akibat perluasan kawasan budidaya. Adanya pembagian kawasan
lindung dan kawasan penyangga akan menjadikan kawasan budidaya tetap berlanjut
tanpa kekurangan air pada musim kemarau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar